Jumat, 12 Oktober 2012

MEDICAL NEGLIGENCE


Istilah malpraktik cukup terkenal dan banyak dibicarakan masyarakat umum khususnya malpraktik bidang kedokteran dalam transaksi terapeutik antara dokter dan pasien. Jika kita flashback beberapa dekade ke belakang khususnya di Indonesia anggapan banyak orang, dokter adalah profesional yang kurang bisa disentuh dengan hukum atas profesi yang dia lakukan. Hal ini berbeda seratus delapan puluh derajat saat sekarang banyak tuntutan hukum baik perdata, pidana maupun administratif yang diajukan pasien atau keluarga pasien kepada dokter karena kurang puas atas hasil perawatan atau pengobatan.
Yang masih perlu dikaji kembali adalah apakah sudah benar dasar penuntutan yang disampaikan kepada dokter atau rumah sakit dengan dasar dokter atau rumah sakit bersangkutan telah melakukan tindakan malpraktik jika kita tinjau dari kaca mata Undang – Undang Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Undang – Undang Praktek Kedokteran, KODEKI serta standar profesi dokter dalam menjalankan profesinya.
Transaksi terapeutik dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk perjanjian antara pasien dengan penyedia layanan dimana dasar dari perjanjian itu adalah usaha maksimal untuk penyembuhan pasien yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati sehingga hubungan hukumnya disebut sebagai perikatan usaha/ikhtiar. Agar dapat berlaku dengan sah, trasaksi tersebut harus memenuhi empat syarat, pertama ada kata sepakat dari para pihak yang mengikatkan diri, kedua kecakapan untuk membuat sesuatu, ketiga mengenai suatu hal atau obyek dan yang keempat karena suatu causa yang sah. Transaksi atau perjanjian menurut hukum dengan transaksi yang berkaitan dengan terapeutik tidaklah sama. Pada hakekatnya transaksi terapeutik terkait dengan norma atau etika yang mengatur perilaku dokter dan oleh karena itu bersifat menjelaskan, merinci ataupun menegaskan berlakunya suatu kode etik yang bertujuan agar dapat memberikan perlindungan bagi dokter maupun pasien. Hubungan antara transaksi terapeutik dengan perlindungan hak pasien dapat dilihat pada Undang-Undang Nomer 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran diantaranya adalah hak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan, hak meminta penjelasan pendapat dokter, hak mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis, hak menolak tindakan medis dan hak untuk mendapatkan rekam medis. Kewajiban pasien dalam menerima pelayanan kedokteran antara lain memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasehat atau petunjuk dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan dan memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya.
Perbedaan yang mendasar antara hukum pidana umum dengan hukum pidana medik adalah sebagai berikut hukum pidana umum yang diperhatikan adalah akibat dari peristiwa hukumnya sedangkan hukum pidana medik yang diperhatikan adalah sebabnya. Jika akibat suatu perawatan medis hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan atau pasien mengalami kerugian maka belum tentu dokter yang merawat telah melakukan kesalahan. Harus diteliti terlebih dahulu apakah dalam melakukan perawatan tersebut dokter telah menerapkan tindakannya sesuai dengan standar profesi yang dibenarkan oleh hukum dan nilai-nilai kode etik profesi sebagaimana yang tertuang dalam KODEKI. Karena menurut penulis ilmu kedokteran/kesehatan merupakan paduan antara ilmu pengetahuan dan seni, 3 dikali 3 tidak harus 9 hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi hasil yang ingin dicapai seperti kondisi tubuh pasien, cara penanganannya, komplikasi dan banyak faktor yang lain termasuk tidak atau tersedianya peralatan kedokteran yang memadai. Sehingga tidak ada 2 kasus yang diselesaikan dengan hasil yang sama.
Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan ”practice” yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien. Menurut Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “professional misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them”. Pengertian malpraktik di atas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga berlaku bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan, dan lain-lain. Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (1992) adalah: “medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.”
Dalam tata hukum indonesia tidak dikenal istilah malpraktik, pada undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebut sebagai kesalahan atau kelalaian dokter sedangkan dalam undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran dikatakan sebagai pelanggaran disiplin dokter. Sehingga dari berbagai definisi malpraktik diatas dan dari kandungan hukum yang berlaku di indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa pegangan pokok untuk membuktikan malpraktik yakni dengan adanya kesalahan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter ketika melakukan perawatan medik dan ada pihak lain yang dirugikan atas tindakan tersebut.
resiko pasien dengan kelalaian dokter (negligence) dapat di bedakan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pada dokter, resiko yang ditanggung pasien ada tiga macam yaitu :
1. Kecelakaan
2. Resiko tindakan medik (risk of treatment)
3. Kesalahan penilaian (error of judgement)
masalah hukum sekitar 80% berkisar pada penilaian atau penafsiran. Resiko dalam tindakan medik selalu ada dan jika dokter atau penyedia layanan kesehatan telah melakukan tindakan sesuai dengan standar profesi medik dalam arti bekerja dengan teliti, hati-hati, penuh keseriusan dan juga ada informed consent (persetujuan) dari pasien maka resiko tersebut menjadi tanggungjawab pasien. Dalam undang-undang hukum perdata disana disebutkan dalam hal tuntutan melanggar hukum harus terpenuhi syarat sebagai berikut :
1. Adanya perbuatan (berbuat atau tidak berbuat)
2. Perbuatan itu melanggara hukum
3. Ada kerugian yang ditanggung pasien
4. Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
5. Adanya unsur kesalahan atau kelalaian
Dalam beberapa kasus yang diajukan ke pengadilan masih terdapat kesulitan dalam menentukan telah terjadi malparaktik atau tidak karena dalam tatanan hukum indonesia belum diatur mengenai standar profesi dokter sehingga hakim cenderung berpatokan pada hukum acara konvensional, sedangkan dokter merasa sebagai seorang profesional yang tidak mau disamakan dengan hukuman bagi pelaku kriminal biasa, misalnya : pencurian atau pembunuhan. Sebagai insan yang berkecimpung di bidang asuransi kita berharap pemerintah lebih serius untuk mengatur permasalahan tersebut dengan menerbitkan produk hukum yang mengatur tentang standar profesi.

PERANAN OBAT TRADISIONAL DALAM KESEHATAN MASYRAKAT

A. PENDAHULUAN
obat tradisional di indonesia sangat besar peranannya dalam pelayanan kesehatan masyarakat di indonesia dan sanagat potensial untuk dikembangkan. karena memang negara kita kaya akan tanaman obt-obatan. namun, sayang kekayaan alam tersebut tampaknya masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesehatan. padahal saat ini biaya pengobatan moderen cukum mahal ditambah lagi dengan krisis ekonomi yang melanda bangsa ini belum sepenuhnya berakhir. hal tersebut dikhawatirkan dapat membuat pelayanan kesehatan yang optimal semakin menurun.

obat tradisional merupakan warisan budaya bangasa yang harus perlu terus dilestarikan dan dikembangakan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk menungkatkan perekonomian rakyat. untuk dapat ikut meningkatkan pelayanan dan peningkatan pemerataan obat-obatan tradisional maka perlu dukungan dari pemerintah dan masyarakat itu sendiri. selama ini industri jamu ataupun obat-obatan tradisional bertahan tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah maupun industri farmasi.

B. potensi obat tradisional
dalam masyarakat sendiri sebenarnya terdapat suatu dinamikan yang membuat mereka mampu bertahan dalam keadaan sakit dan hal ini sebenarnya merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan derajat kesehatannya. potensi yang berarti kemampuan, daya, kesanggupan, kekuatan yang dapat dikembangkan. selama ini perkembangan pelayanan kesehatan tradisional dan alternatif tampal semakin pesat sekitar 32% masyrakat kita memakai pengobatan dan obat tradisional ketika sakit. perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai dari budidaya tanaman obat, industri obat, dan distribusi. akhir-akhir ini banyak muncul penyakit-penyakit baru belum ditemukan obatnya. hal ini membuat cemas masyarakat. padahal bahan-bahan untuk obat tradisional yang berkhasiat obat banyak terdapat di seluruh pelosok tanah air, meskipun masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengobatan penyakit. hal ini berarti obat tradisional memiliki potensi besar dalam pelayanan kesehatan.

B. jenis dan sumber obat tradisional
pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengawasan obat dan makanan (Dirjen POM) yang kemudian beralih menjadi Badan POM mempunyai tanggung jawab dalam peredaran obat tradisional di masyarakat. obat tradisional indonesia semula hanya dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. namun, denganb semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga industri jamu maupun ndustri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak. namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan penelitian sampai dengan uji klinik. dengan keadaan tersebut maka obat tradisional sebenarnya dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu jamu, obat ekstrak alam, dan fitofarmaka.

1. jamu (empirical bused herbal medicine
jamu adalah obat tradisional yang berasaln dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral dan atau sediaan galeniknya atau campurannya dari bahan-bahan tersebut yang belum dibakukan dan dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan pengalaman. bentuk sediaannya pengobatan berdasarkan pengalaman. bentuk sediaannya bereujud sebagai serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan, dan sebagainya. istilah penggunaannya masaih memakai pengertian tradisional seperti galian singset, sekalor, pegal linu, tolak angin, dan sebagainya. jamu adalah obat tradisonal yang disediakan secara tradisional. pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan laluhur yang disusun dari berbagai tenaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 - 10 macam bahkan lebih. bantuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. jamu yang telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.

2.ekstrak bahan alam (scientific based herbal medicine)
ekstrak bahan alam adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyaringan bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dab berharga mahal, ditambah denga tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuat ekstrak. selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinik seperti standar kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis

3. fitoformaka (clinical based herbal medicine)
fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanannya dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. istolah cara penggunaannya menggunakan pengertian farmakologik seperti diuretik, analgesik, antipiretik, dan sebagainya. selama ini obat-obat fitofarmaka yang berada di pasaran masih kala bersaing denga obat paten. hal ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kepercayaan, standar produksi, promosi dan pendekatan terhadap medis, maupun konsumennya secara langsung. fitofarmaka merupakan bantuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandarka, ditunjang dnegan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. oleh karena itu, dalam pembuatannya memerlukan tenaga ahli dan biaya yang besar ditunjang dengan peralatan berteknologi modern pula.

obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuatan atau yang memproduksi obat tradisional, yang dapat dikelompokan sebagai berikut :

a. obat tradisional buatan sendiri
obat tradisional jenis ini merupakan akar dari pengembangan obat tradisional di indonesia saat ini. pada zaman dahulu, nenek moyang kita mempunyai kemampuan untuk menyediakan ramuan obat tradisional yang digunakan untuk keperluan keluarga. cara ini kemudian terus dikembangakan oleh pemerintah dalam bentuk program TOGA (tanaman obat keluarga). dengan adanya program toga diharapkan masyarakat mampu menyediakan baik bahan maupun sediaan jamu yang dapat dimanfaatkan dalam upaya menunjang kesehatan keluarga. program TOGA lebih mengarah kepada self care untuk menjaga kesehatan anggota keluarga serta penanganan penyakit ringan yang dialami oleh anggota keluarga.

b. obat tradisional berasal dari pembuatan jamu ( herbalist)
membuat jamu merupakan salah satu profesi yang jumlahnya masih cukup banyak. salah satunya adalah pembuat sekaligus penjual jamu gendong. pembuatan jamu gendong merupakan salah satu penyediaan obat tradisional dalam bentuk cairan minuman yang sangat digemari masyarakat.

D. Komposisi dan Persyaratan Obat Tradisional
dalam upaya pembinaan industri obat tradisional pemerintah melalui Depkes telah memberikan petunjuk pembuatan obat tradisional dengan kemposisi rasional melalui pedoman rasionalisasi. hal ini terkait dengan masih banyaknya ditemui penyusunan obat tradisional yang tidak rasional (irrational) ditinjau dari jumlah bahan penyusunannya sejumlah simplisia penyusun obat tradisional tersebut seringkali merupakan beberapa simplisia yang mempunyai khasiat yang sama. oleh karena itu, perlu diketahui racikan simplisia yang rasional agar ramuan obat yang diperolah mempunyai khasiat sesuai maksud pembuatan jamu tersebut.
komposisi obat tradisional yang biasa diproduksi oleh industri jamu dalam bentukjamu sederhana pada umumnya tersusun dari bahan baku yang sangat banyak dan bervariasi. sedangkat bentuk obat ekstrak alam dan fitofarmaka pada umumnya tersusun dari simplisia tunggal atau maksimal 5 macam jenis bahan tanaman obat. pada pembahasan ini lebih ditekankan pada penyusunan obat tradisional bentuk sederhana atau jamu, mengingat cukup banyak komposisi jamu yang rasional seperti penggunaan bahan dengan khasiat sejenis pada satu ramuan, penggunaan simplisia yang tidak sesuai dengan manfaat yang diharapkan, dan sebagainya..