MEDICAL NEGLIGENCE
Istilah malpraktik cukup terkenal dan banyak dibicarakan masyarakat
umum khususnya malpraktik bidang kedokteran dalam transaksi terapeutik
antara dokter dan pasien. Jika kita flashback beberapa dekade ke
belakang khususnya di Indonesia anggapan banyak orang, dokter adalah
profesional yang kurang bisa disentuh dengan hukum atas profesi yang dia
lakukan. Hal ini berbeda seratus delapan puluh derajat saat sekarang
banyak tuntutan hukum baik perdata, pidana maupun administratif yang
diajukan pasien atau keluarga pasien kepada dokter karena kurang puas
atas hasil perawatan atau pengobatan.
Yang
masih perlu dikaji kembali adalah apakah sudah benar dasar penuntutan
yang disampaikan kepada dokter atau rumah sakit dengan dasar dokter atau
rumah sakit bersangkutan telah melakukan tindakan malpraktik jika kita
tinjau dari kaca mata Undang – Undang Hukum Pidana, Hukum Perdata dan
Undang – Undang Praktek Kedokteran, KODEKI serta standar profesi dokter
dalam menjalankan profesinya.
Transaksi
terapeutik dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk perjanjian antara
pasien dengan penyedia layanan dimana dasar dari perjanjian itu adalah
usaha maksimal untuk penyembuhan pasien yang dilakukan dengan cermat dan
hati-hati sehingga hubungan hukumnya disebut sebagai perikatan
usaha/ikhtiar. Agar dapat berlaku dengan sah, trasaksi tersebut harus
memenuhi empat syarat, pertama ada kata sepakat dari para pihak yang
mengikatkan diri, kedua kecakapan untuk membuat sesuatu, ketiga mengenai
suatu hal atau obyek dan yang keempat karena suatu causa yang sah.
Transaksi atau perjanjian menurut hukum dengan transaksi yang berkaitan
dengan terapeutik tidaklah sama. Pada hakekatnya transaksi terapeutik
terkait dengan norma atau etika yang mengatur perilaku dokter dan oleh
karena itu bersifat menjelaskan, merinci ataupun menegaskan berlakunya
suatu kode etik yang bertujuan agar dapat memberikan perlindungan bagi
dokter maupun pasien. Hubungan antara transaksi terapeutik dengan
perlindungan hak pasien dapat dilihat pada Undang-Undang Nomer 29 tahun
2004 tentang praktek kedokteran diantaranya adalah hak mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan,
hak meminta penjelasan pendapat dokter, hak mendapatkan pelayanan sesuai
kebutuhan medis, hak menolak tindakan medis dan hak untuk mendapatkan
rekam medis. Kewajiban pasien dalam menerima pelayanan kedokteran antara
lain memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya, mematuhi nasehat atau petunjuk dokter, mematuhi ketentuan
yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan dan memberikan imbalan jasa
atas pelayanan yang diterimanya.
Perbedaan
yang mendasar antara hukum pidana umum dengan hukum pidana medik adalah
sebagai berikut hukum pidana umum yang diperhatikan adalah akibat dari
peristiwa hukumnya sedangkan hukum pidana medik yang diperhatikan
adalah sebabnya. Jika akibat suatu perawatan medis hasil yang didapat
tidak sesuai dengan yang diharapkan atau pasien mengalami kerugian maka
belum tentu dokter yang merawat telah melakukan kesalahan. Harus
diteliti terlebih dahulu apakah dalam melakukan perawatan tersebut
dokter telah menerapkan tindakannya sesuai dengan standar profesi yang
dibenarkan oleh hukum dan nilai-nilai kode etik profesi sebagaimana yang
tertuang dalam KODEKI. Karena menurut penulis ilmu kedokteran/kesehatan
merupakan paduan antara ilmu pengetahuan dan seni, 3 dikali 3 tidak
harus 9 hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi hasil yang
ingin dicapai seperti kondisi tubuh pasien, cara penanganannya,
komplikasi dan banyak faktor yang lain termasuk tidak atau tersedianya
peralatan kedokteran yang memadai. Sehingga tidak ada 2 kasus yang
diselesaikan dengan hasil yang sama.
Malpraktik
atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan
”practice” yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian
malpraktek adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter dalam
hubungannya dengan pasien. Menurut Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “professional misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure
of one rendering professional services to exercise that degree of skill
and learning commonly applied under all the circumstances in the
community by the average prudent reputable member of the profession with
the result of injury, loss or damage to the recipient of those services
or to those entitled to rely upon them”. Pengertian malpraktik di
atas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga berlaku bagi
profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan, dan
lain-lain. Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association
(1992) adalah: “medical malpractice involves the physician’s failure
to conform to the standard of care for treatment of the patient’s
condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the
patient, which is the direct cause of an injury to the patient.”
Dalam tata hukum indonesia tidak dikenal istilah malpraktik, pada
undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebut sebagai
kesalahan atau kelalaian dokter sedangkan dalam undang-undang No. 29
tahun 2004 tentang praktek kedokteran dikatakan sebagai pelanggaran
disiplin dokter. Sehingga dari berbagai definisi malpraktik diatas dan
dari kandungan hukum yang berlaku di indonesia dapat ditarik kesimpulan
bahwa pegangan pokok untuk membuktikan malpraktik yakni dengan adanya
kesalahan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter ketika
melakukan perawatan medik dan ada pihak lain yang dirugikan atas
tindakan tersebut.
resiko pasien dengan kelalaian dokter (negligence) dapat di bedakan
yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pada dokter, resiko yang
ditanggung pasien ada tiga macam yaitu :
1. Kecelakaan
2. Resiko tindakan medik (risk of treatment)
3. Kesalahan penilaian (error of judgement)
masalah
hukum sekitar 80% berkisar pada penilaian atau penafsiran. Resiko dalam
tindakan medik selalu ada dan jika dokter atau penyedia layanan
kesehatan telah melakukan tindakan sesuai dengan standar profesi medik
dalam arti bekerja dengan teliti, hati-hati, penuh keseriusan dan juga
ada informed consent (persetujuan) dari pasien maka resiko tersebut
menjadi tanggungjawab pasien. Dalam undang-undang hukum perdata disana
disebutkan dalam hal tuntutan melanggar hukum harus terpenuhi syarat
sebagai berikut :
1. Adanya perbuatan (berbuat atau tidak berbuat)
2. Perbuatan itu melanggara hukum
3. Ada kerugian yang ditanggung pasien
4. Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
5. Adanya unsur kesalahan atau kelalaian
Dalam
beberapa kasus yang diajukan ke pengadilan masih terdapat kesulitan
dalam menentukan telah terjadi malparaktik atau tidak karena dalam
tatanan hukum indonesia belum diatur mengenai standar profesi dokter
sehingga hakim cenderung berpatokan pada hukum acara konvensional,
sedangkan dokter merasa sebagai seorang profesional yang tidak mau
disamakan dengan hukuman bagi pelaku kriminal biasa, misalnya :
pencurian atau pembunuhan. Sebagai insan yang berkecimpung di bidang
asuransi kita berharap pemerintah lebih serius untuk mengatur
permasalahan tersebut dengan menerbitkan produk hukum yang mengatur
tentang standar profesi.